Cinta Allah Hanya Ilusi?

Tingkatan Cinta kepada Allah


Sejatinya, cinta kepada Allah 'Azza wa jalla memiliki sebuah "analogi misal". Saya merasa malu menceritakan analogi itu, tetapi kerana tidak ada analogi lain yang lebih mudah difahami -sungguh sangat disayangkan- saya terpaksa harus menceritakannya. Dengan ini saya berharap manusia boleh untuk mencintai Allah. Walillahil matsalul a'la (milik Allah-lah perumpamaan yang tinggi).

Analogi ini adalah, tentang seorang lelaki yang mencintai seorang wanita. Ia merasa tertarik pada wanita itu, kemudian merasa susah tidur, sering memikirkan dan merenungkannya. 

Ketika manusia membicarakannya, ia seakan semakin larut memikirkannya. Ia menjadi sibuk kerananya. Akalnya bersama si wanita tersebut, dan memikirkan dirinya. 

Ketika manusia bertanya, "Apa yang kau lakukan?", ia merasa tidak melakukan kesalahan. Ia hanya tertarik pada "si dia" saja dan pada taraf ini ia tidak melakukan perbuatan haram.

Setelah tahapan tertarik, ia semakin tenggelam dalam lautan cinta, hingga ia akan membandingkan semua hal dengan "si dia". Apakah ia lebih suka melakukan sesuatu yang ia sukai atau "si dia" sukai?

Setelah itu, ia akan memasuki tahapan 'jatuh hati' (al-'Isyq). Ertinya, jatuh hati seperti air yang jatuh dari atas ke bawah. Ia tidak lagi mampu menguasai hati. Barang siapa yang jatuh cinta pada wanita, ia tidak mampu menguasai hatinya, hingga ia siap menantinya di bawah jendela rumah 6 atau 7 jam, siap pergi ke mana sahaja, menunggu tidak masalah, yang penting ia dapat pergi bersama dia. Seperti Qais dan Laila. Untuk melewati desa tempat tinggal Laila sahaja, ia harus menenangkan hati sambil berkata,


"Aku lewati kampung, kampung Laila
Kucium dinding yang ini, dan dinding yang itu
Bukan cintaku pada kampung itu yang menjerat hatiku
Tapi cintaku pada si dia yang tinggal di kampung ini"

Setelah itu, cinta akan semakin bertambah hingga sampai tahapan "Al-Gharam" (cinta buta). Ia tidak mampu berpisah lagi dari sang kekasih. Allah menceritakan keadaan penghuni neraka bahawa tidak akan berpisah dengan azab selamanya, dalam firmannya,

 إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
"...Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal." 
[QS al-Furqan, 25:65]

Mereka tidak akan menginginkan berpisah dengan azab, sebagaimana mereka tidak ingin berpisah dari dunia.

Ketika ia mencapai tahapan ini, ia mengetahui kalau ia berjalan dengan wanita itu adalah haram, tetapi ia tidak kuasa meningkirkan hasrat untuk melakukan itu. htinya telah lekat dengan "si dia" hingga hatinya tidak akan kuasa meninggalkan cinta itu selamanya.

Cinta akan semakin menghujam hingga sampai tahapan tergila-gila, "Asy-Syaghaf". Inilah puncak tingkatan cinta, ertinya cinta telah menyentuh hati yang palin dalam, Allah berfirman,

وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا
"Dan wanita-wanita di kota berkata, "Isteri Al-Aziz meggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam.."" 
[Qs Yusuf, 12:30]

Besarnya cinta pada Yusuf telah mendorongnya melakukan perbuatan yang sangat berani. Ia berkata, "Kemarilah, pintu sudah ditutup." Ia tidak akan berani melakukan itu, kecuali cintanya telah menghujam ke hati yang paling dalam.

+++

Saya telah memberikan contoh ketertarikan hati yang mengakibatkan ia berani melakukan perbuatan haram.


Begitulah Seharusnya Mencintai Allah


Apakah kita memulai hari-hari kita dengan memikirkan Allah SWT?

Bukankah ini tingkatan pertama mencintai Allah?

Apakah kita akan memberikan pada hamba apa yang tidak kita berikan pada Allah?

Kita memberikan cinta dan ketaatan kepada hamba-Nya, dan tidak memberikan kepada-Nya walau satu per empat cinta, lalu kita mengaku kita mencintai-Nya.

Siapa yang bergadang membaca al-Qur'an semalam suntuk, atau memikirkan Allah SWT? Inilah permulaan cinta, ketika seseorang menghabiskan malamnya dengan al-Qur'an.

Setelah itu hatinya semakin tertarik, ia mulai mengikuti pelajaran-pelajaran. Ia nikmati pkepayahan duduk kerana penuh sesak, sebab cinta mulai banyak bertambah dan mengait d dalam hati.

Ketika cintanya bertambah, seperti dalam contoh, ia mula membandingkan apa yang ia cintai dan si dia cintai. Ini pulalah yang terjadi, seorang hamba sebelum melakukan amalan selalu bertanya,

"Apakah amalan ini diredhai Allah atau tidak?"

Cinta pun semakin bertambah hingga memenuhi hati, dan hawa nafsunya mengikuti Penciptana. Inilah puncak cinta, hawa nafsu kita mengikuti kesenangan Allah SWT.

Setelah itu cinta semaki bertambah, sampai ia berusaha keras untuk menyenangkan Allah, seperti "sang pecinta" rela pergi menemui kekasih, menantinya beberapa jam, dan siap menerima hukuman, asal sang kekasihnya suka kepadanya. 

Kerana cinta,  ia mahu berdagang (terasing), memeras tenaga, mempelajari al-Qur'an, menghafal dan sebagainya.

Cinta akan semakin bertambah hingga mencapai tingkatan asy-Syaghaf. Di dunia ini ia hanya memiliki tujuan mencari keredhaan Allah SWT. Ia hidup hanya untuk menyenagkan Kekasih-nya, mengerjakan perintah-Nya dan melakukan semua yang Ia sukai.

Cinta akan semakin bertambah, sampai semua hidup kita diberikan pada Allah SWT. 

Tidak ada kenikmatan, keceriaan, kesedihan dan amal perbuatan kecuali untuk menyenangkan Allah. Maka ia bekerja, belajar, menikah, dan apa sahaja niatnya hanya untuk menyenangkan Allah dan meninggikan agama-Nya.

Setelah itu, cinta akan semakin menebal hingga kita berharap manusia mencintai Kekasih kita seperti kita mencintai-Nya. Maka jadilah kita da'i di jalan allah SWT. Kita tidak akan membiarkan manusia jauh dari Allah, sementara kita hanya diam dan tidak campur tangan.

Dalam sebuah hadis diceritakan seorang lelaki yang beribadah di kampung yang penuh ahli maksiat. Allah berfirman kepada jibril.
"Tenggelamkan kampung itu!'
Jibril berkata,
"Wahai Tuhanku, di sana ada hamba-Mu si Fulan yang selalu rukuk dan sujud."
Allah berkata,
"Wahai Jibril, mulailah! Sesungguhnya wajahnya tidak berpaling pada-Ku satu jam pun.'
[HR Baihaqi]

+++

DI ANTARA PUNCAK CINTA PADA ALLAH, ORANG YANG MENCINTAI-NYA TIDAK KUASA MELIHAT MANUSIA BERMAKSIAT DALAM HAK ALLAH. MEREKA INGIN SEMUA MANUSIA MENCINTAI ALLAH, KERANA IA TAHU CINTA ALLAH SANGATLAH INDAH

+++


Cinta akan semakin bertambah sampai ia menghinakan diri. Setiap kali bicara pada Nabi SAW dalam al-Qur'an, Allah selalu menyeru dengan sebutan 'hamba'. Perhatikanlah,

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ
"Mahasuci Allah, yang memperjalankan hamba-Nya..." 
[QS al-Isra', 17:1]
Sebab, nilai tertinggi kecintaannya adalah saat ia redha ketika Allah memanggilnya dengan sebutan kehambaan. 

Cinta semakin bertambah hingga ia benar-benar menjadi hamba. Ia menjadi khusyu' di mihrabnya, melakukan solat malam sampai air matanya mengalir berjatuhan, kedua tangannya menengadah ke langit, ia merasakan gelora cinta, ia merasaaa sangat dekat dengan Allah.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
"Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." 
[QS Qaf, 50:16]

Hal menakjubkan dari kedekatan dengan Allah adalah, menikmati dengan menghinakan diri pada-Nya.

Saya yakin semua manusia pernah merasakan hal ini walau sebentar dalam hidupnya, hingga Allah mengajarkan kepadanya, nikmat berdekatan dengan-Nya. Bezanya, seorang mu'min sejati hidup dengan perasaan in setiap hari.

Setiap hari merasakan kehambaan, kehinaan, kekhusyukan dan kedekatan kepada-Nya.

Ketika darjat cinta semakin meningkat -tetapi bukan tingkatan kita-, ia akan menjadi kekasih ar-Rahman (Yang Maha Pengasih). Ini dimiliki dua orang sahaja, iaitu Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW. Tak seorang pun yang akan sampai pada tingkatan ini, kecuali mereka berdua. Allah berfirman,

 وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
"Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih." 
[QS an-Nisa', 4:125]

Lalu Nabi SAW bersabda,

"Allah telah mengambilku sebagai kekasih sebagaimana Dia telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih." 
[HR Muslim] 

Sampai manakah darjat cinta kita?

Siapa yang mencintai seseorang, pasti mencintai segala hal yang menjadikannya selalu teringat pada sang kekasih.

Apakah kita mencintai orang yang beriman?

Siapa mencintai seseorang, ia akan membenci orang yang menyebut kekasihnya dengan kasar, membenci orang yang menganggu kekasihnya.

Lalu mengapakah kita mencintai orang fasik?

Mengapa kita mencintai orang yang jauh dari ketaatan kepada Allah?

dan Mengapa kita mengambil teman-teman yang jelek?


dikutip dari: [Amru Khalid, Hati Sebening Mata Air (judul asal: Islahul Qulub), m/s 136-140 (Aqwam)]


"cinta Allah bukan ilusi!"
khir al-imtiaz
0300pm
28-07-2011

Comments

  1. salam. x faham hadis riwayat baihaqi tu, mcm tergantung je?mksd mulailah tu apa?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rasa Semakin Jauh dari Allah?

Mereka yang Mengabaikan Al-Quran

Merasakan Hidup Tidak Bermakna?